Rabu, 18 Januari 2012

Bacaan Qiraat

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wa barakatuh Al-hamdulillah, wash-shalatu wassalamu 'ala rasulillah, wa ba'du Berbeda dengan kitab suci agama lain, khusus untuk kitab suci Al-Qur'an, Rasulullah SAW bukan hanya mengajarkan isi materinya belaka, melainkan mengajarkan cara membunyikannya. Setiap kali malaikat Jibril turun membaya wahyu Al-Qur'an, Rasulullah SAW langsung mengajarkan bagaimana bunyi dan cara melafadzkan ayat demi ayat, lalu para shahabat umumnya langsung menghafalnya, dan sebagian juga menuliskannya. Bahkan Rasulullah SAW memang punya sekretaris khusus yang bertugas menulis semua ayat yang turun. Tapi lepas dari bagaimana teknik penulisannya, yang dijadikan sandaran bukanlah huruf-hurufnya, melainkan bunyinya atau suara bacaannya. Rasulullah SAW mengajarkan bagaimana membunyikan tiap-tiap huruf, sifat-sifat dan makharij dari masing-masing hurufnya. Demikian juga dengan panjang pendeknya, dengung atau tidaknya, tebal atau tipisnya, semuanya memang secara langsung dicontohkan oleh beliau SAW. Secara praktis, semua yang diajarkan beliau itu memang belum lagi menggunakan istilah yang ada pada ilmu tajwid sekarang ini, sehingga saat itu belum dikenal istilah idgham, izhhar, iqlab atau ikhfa'. Tetapi secara praktis, semua bunyinya memang telah beliau ajarkan. Dan apa yang beliau ajarkan itu benar-benar sebagaimana yang dibacakan oleh malaikat Jibril as. Para shahabat lalu mengajarkan cara membunyikan Al-Qur'an itu kepada para tabi'in, 100% sesuai aslinya yang mereka terima dari Rasululullah SAW, tanpa tambahan atau pengurangan apapun. Lalu para tabi'in ini pun kembali mengajarkan hal yang sama kepada para tabi'it-tabiin. Dan begitulah seterusnya, bacaan atau bunyi Al-Qur'an itu disampaikan secara mutawatir dari satu guru kepada muridnya hingga membentuk jalur periwayatan yang panjang, melawati abad-abad yang panjang hingga hari ini. Dalam literatur ajaran Islam, hanya lewat jalur periwayatan inilah bacaan Al-Qur'an diajarkan dan dipelajari. Setiap orang yang belajar baca Al-Qur'an, harus punya sanad khusus yang menghubungkan dirinya hingga ke Rasulullah SAW. Dengan demikian, belajar membaca Al-Qur'an secara otodidak sudah bisa dipastikan salah. Sebab harus ada guru yang mengajarkan bagaimana bunyi lafadz ayat-ayat itu dan menyampaikannya lewat jalur periwayatan yang mutawatir. Dan istilah yang sering dipakai untuk membunyikan bacaan Al-Qur'an itu adalah qiraah. Orang yang ahli dalam bidang itu disebut dengan qari', bentuk jamaknya qurra'. Jalur Periwayatan Az Zahabi menyebutkan di dalam kitab Tabaqatul Qurra, bahwa sahabat yang terkenal sebagai guru dan ahli qiraat Qur’an ada tujuh orang, yaitu: 1. Usman bin Al-`Affan ra. 2. Ali bin Abi Thalib ra. 3. Ubai bin Kaab ra. 4. Zaid bin Haritsah ra. 5. Abu Darda ra. 6. Abu Musa al Anshary ra. 7. Ibnu Mas`ud ra. Lebih lanjut belaiu menjelaskan bahwa segolongan besar sahabat mempelajari qiraat dari Ubai bin Kaab ra, diantaranya Abu Hurairah ra, Ibnu Abbas ra. Abdullah bin Sa`id ra. dan Ibn Abbas ra. belajar pula kepada Zaid ra. Kemudian kepada para sahabat itulah sejumlah besar tabi’in di setiap negeri mempelajari qiraat. Di antara para tabi’in tersebut ada yang tinggal di Madinah, misalnya Ibnul Musayyab, ‘Urwah, Salim, Umar bin Abdul Aziz, Sulaiman dan ‘Ata’- keduanya putra Yasar-, Muaz bin Haris yang terkenal dengan Muaz al Qari’, Abdurrahman bin Hurmuz al A’raj, Ibn Syihab az Zuhri, Muslim bin Jundab dan Zaid bin Aslam. Juga ada yang tinggal di Mekkah Al-Mukarramah, antara lain Ubaid bin Umar, ‘Ata’, bin Abu Rabah, Tawus, Mujahid, Ikrimah dan Ibn Abu Malikah. Sedangkan mereka yang tinggal di Kuffah antara lain Alqamah, al Aswad, Masruq, Ubaidah, Amr, bin Syurahbil, al Haris bin Qais, Amr bin Maimun, Abu abdurahman as Sulami, Said bin Jubair, an Nakha’i, dan as Sya’bi. Dan yang tinggal di Bashrah adalah Abu Aliyah, Abu Raja’, Nasr bin ‘Asim, Yahya bin Ya’mar, al Hasan, Ibn Sirin dan Qatadah. Sedang yang tinggal di Syam adalah al Mughirah bin Abu Syihab al Makhzumi-murid Usman, dan Khalifah bin Sa’d- sahabat Abu Darda’. Pada permulaan abad pertama hijriyah di masa tabi’in, tampilah sejumlah ulama yang membulatkan tenaga dan perhatiannya terhadap masalah qiraat secara sempurna karena keadaan menuntut demikian, dan menjadikannya sebagai suatu disiplin ilmu yang berdiri sendiri sebagaimana mereka lakukan terhadap ilmu-ilmu syariat yang lainnya, sehingga mereka menjadi imam dan ahli qiraat yang diikuti dan dipercaya. Bahkan dari generasi ini dan generasi sesudahnya terdapat tujuh orang terkenal sebagai imam yang kepada mereka dihubungkanlah qiraat hingga sekarang ini. Para qiraat tersebut di madinah ialah: Abu Ja’far Yazid bin Qa’qa’, kemudian Nafi’ bin Abdurrahman, ahli qiraat di mekkah ialah: Abdullah bin Kasir dan Humaid bin Qais al A’raj. Di Kufah ialah: Asim bin Abu Najud, Sulaiman al A’masy, kemudian Hamzah dan kemudian al Kisa’i. Di Basrah ialah: Abdullah bin Abu Ishaq,, Isa Ibn Amr, , Abu A’mar ‘Ala’, Asim al Jahdari dan Ya;kub al Hadrami. Dan di Syam ialah: Abdullah bin Amir, Ismail bin Abdullah bin Muhajir, kemudian Yahya bin Haris dan kemudian Syuraih bin Yazid al Hadrami. Ketujuh orang yang terkenal sebagai ahli qiraat diseluruh dunia diantara nama-nama tersebut ialah Abu ‘Amr, Nafi’ , Asim, Hamzah, al Kisa’I, Ibn ‘Amir dan Ibn Kasir.” Qiraat Mutawatir dan Tidak Mutawatir Imam atau guru qiraat itu cukup banyak jumlahnya, namun yang populer hanya tujuh orang. Qiraat tujuh orang imam ini adalah qiraat yang telah disepakati (mutawatir). Akan tetapi disamping itu para ulama memilih pula tiga orang imam qiraat yang qiraatnya dipandang sahih dan mutawatir. Mereka adalah Abu Ja’far Yazin bin Qa’qa’ al Madani, Ya’kub Bin Ishaq al Hadrami dan Khalaf bin Hisyam. Ketiga imam terakhir ini dan tujuh imam diatas dikenal dengan imam qiraat. Dan qiraat di luar yang sepuluh ini dipandang qiraat syaz. Seperti qiraat Yazidi, Hasan, A’masy, Ibn Jubair dan lain-lain. Meskipun demikian, bukan berarti tidak satupun dari qiraat sepuluh dan bahkan qiraat tujuh yang masyhur itu terlepas dari kesyazan, sebab di dalam qiraat-qiraat tersebut masih terdapat juga beberapa kesyazan sekalipun hanya sedikit. Pemilihan qurra (ahli qiraat) yang tujuh itu dilakukan oleh para ulama terkemuka pada abad ketiga hijriyah. Bila tidak demikian maka sebenarnya para imam yang dapat mempertanggungjawabkan ilmunya itu cukup banyak jumlahnya. Pada abad permulaan kedua umat Islam di Bashrah memilih qiraat Ibn ‘Amr dan Ya’kub, di Kufah orang-orang memilih qiraat Hamzah dan ‘Ashim, di Syam mereka memilih qiraat Ibn ‘Amir, di Mekkah mereka memilih qiraat Ibn Kasir, dan di Madinah memilih qiraat Nafi’. Mereka itulah tujuh orang qari', tetapi pada permulaan abad ke tiga Abu Bakar bin Mujahid menetapkan nama al Kisa’i dan membuang nama Ya’qub dari kelompok tujuh huruf tersebut. Wallahu a'lam bish-shawab, Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wa barakatuh.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by MasOki.Com | Bloggerized by Newsautomag.com